komentarnya tertahan di ujung lidah karena ia tahu apa pun jawaban jeonghan akan membuatnya kehilangan selera pada makanan-makanan yang akan tersaji di hadapannya.

minus tiga tapi yang dikenakannya hanya satu lembar atasan saja. dengan potongan rendah yang membuat mata seungcheol tak henti melirik ke sana. berusaha keras ia salahkan tiga lapis pakaian yang ia kenakan meski ia tahu betul, panas yang ia rasakan tak ada sangkut pautnya dengan cuaca.

seungcheol pikir jeonghan akan bosan mendengar cantik dari mulutnya tapi kekehan malu-malu yang sama tetap saja dilakukan jeonghan. di atas pahanya, ia mainkan jemari jeonghan dan menggenggamnya. mengelus punggung tangannya dan curi-curi mengecupnya begitu yang memasak membelakangi mereka.


ada hal-hal yang tak perlu mereka buka untuk dunia tapi cardigan jeonghan yang sebenarnya sudah cukup memberi akses nyatanya tetap dibuka juga pada akhirnya.

padahal bibir seungcheol sudah menjejaki leher dan bagian yang tak tertutup fabrik. ujung rambut jeonghan yang memanjang menggelitik kulitnya begitu ia meninggalkan ciuman terbuka pada bagian dekat ke tengkuk. lidahnya menari di bawah telinga dan jeonghan menggenggam depan fabrik pakaian seungcheol erat-erat dibuatnya.

"emang nggak dingin?" seungcheol bertanya di sela-sela ciuman basah di telinga jeonghan. "pake baju gini?"

tak jelas apakah rengekan apa lenguhan yang keluar dari mulut jeonghan tapi yang ia tahu, ada dua orang yang celananya sesak karena ciuman-ciuman yang mereka lakukan.

“mau di sini atau?”

“belakang boleh nggak?”

seungcheol melirik ke bangku belakang lalu menatap jeonghan. setelahnya ia menjangkau ke arah bangku samping pengemudi kemudian membuat jeonghan kaget karena tiba-tiba membuat kursi itu rebah sampai batasnya.

the front one isn’t really tinted.

“parkiran sepi,” seungcheol berujar ringan. dengan hati-hati ia mundurkan bangku jeonghan lalu merangkak ke atasnya. paha-paha tebalnya menjepit sisi tubuh jeonghan dan tangannya bertumpu di dekat kepala. spasi sempit itu menyebalkan tapi tak menghalanginya untuk tetap pada rencana awalnya.

“kenapa kalungnya nggak dipake?”

“takut kebanyakan aksesoris,” jeonghan terkesiap karena pertanyaan seungcheol diikuti bibir yang menciumi basah lehernya. “aku udah pake gelang.”

“aku pake.” jeonghan tak bertanya tapi seungcheol meraih kalung di balik kaos hitamnya dan membiarkannya menggantung dari lehernya. jemari jeonghan bergerak meraihnya—menarik seungcheol sedikit mendekat agar ia bisa menciumi liontinnya.

tak ada yang tahu kalung dengan liontin berbeda itu sejatinya adalah salah satu bentuk pengikat yang cuma diketahui mereka berdua. jeonghan tahu seungcheol punya obsesi soal ikatan jadi ada begitu banyak hal yang jeonghan lakukan untuk memberi makan egonya. beragam benda pasangan, cincin, kalung, serta hal-hal lain yang bisa membuat seungcheol kesenangan begitu tahu jeonghan dengan senang hati mengikat dirinya dengan seungcheol.

hngg—jangan di sana. nanti kelihatan pas aku naik.” jeonghan merintih. menahan seungcheol menjejaki bagian atas dadanya yang terekspos.

“pake jaket aku aja nanti.”